Mulai sekarang bijak-bijaklah menggunakan gadget. Pemakaian gadget yang
terlalu lama dapat menyebabkan mata cepat lelah. Kondisi ini bisa memicu
terjadinya lattice degenerasi atau dalam bahasa awamnya "bolong-bolong"
pada retina, yang bila dibiarkan dapat menyebakan retina terlepas
bahkan kebutaan.
Dijelaskan dr. Ikhsan Revino, SpM dari Klinik Mata SMEC, rasa lelah
sangat memengaruhi kualitas retina mata. Bila mata sering dipaksa
bekerja, maka semakin besar potensi kerusakan retina.
Indikatornya adalah adanya bintik-bintik atau seperti lalat berterbangan
di penglihatan. Serabut-serabut merah pada mata juga bisa menjadi
tandanya.
"Bila dicek secara medis, akan terlihat di dalam retina mata semacam
bolong-bolong. Itulah lattice yang bila dibiarkan akan menyebabkan
kebutaan," jelasnya, Kamis (16/10/2014).
Umumnya terjadi karena penurunan fungsi tubuh seiring proses penuaan
(degenerasi). Namun lattice degenerasi bisa datang lebih cepat datang
karena pengaruh gaya hidup, salah satunya penggunaan gadget, seperti
ponsel pintar, tablet, komputer, dan laptop. Di samping itu, riwayat
trauma benturan juga dapat memicu kondisi ini.
Lantas bagaimana penggunaan gadget yang tepat agar mata terhindar dari rasa lelah sehingga retina mata tetap terlindungi?
"Pakai gadget jangan terlalu lama. Gunakan pola 20-20-20 yang artinya
setelah menggunakan gadget setelah 20 menit, istirahatkan mata selama 20
detik dengan menatap objek yang letaknya sejauh 20 kaki atau sekitar 6
meter," katanya.
Lalu, atur pula pencahayaan alat, jangan terlalu terang dan jangan
terlalu gelap. Jaga jarak pandang, sebaiknya berjarak 30-50 sentimeter.
Kesehatan mata juga bergantung pada kualitas tidur dan pola makan.
Istirahat yang cukup dan perbanyak konsumsi makanan yang mengandung
vitamin A dan C, serta antioksidan.
Orang tua yang memiliki buah hati yang sering beraktivitas dengan gadget
disarankan untuk menyeimbangkannya dengan kegiatan di luar ruangan.
"Karena riset di Singapura pada 2008 mengungkap anak yang sering
beraktivitas di luar ruangan ternyata kecil kemungkinan matanya
mengalami minus. Ini ada hubungannya dengan paparan sinar matahari,"
ujarnya.
Jangan lupa pula untuk rutin mengecek mata. Orang dewasa dengan mata
normal dianjurkan setahun sekali. Sementara pengguna kacamata harusnya
enam bulan sekali. Adapun mata anak sebaiknya sudah mulai diperiksa pada
masa 6 bulan pertamanya sesuai anjuran WHO. (Tribunnews.com)
Sang Murabbi, Perjalanan Dakwah KH. Rahmat Abdullah
Rahmat Abdullah telah pergi merengkuh takdir sejarahnya justru
ketika dakwah ini sedang memasuki babak baru dengan tantangan-tantangan
baru. Menghabiskan seluruh usia produktifnya dalam perjalanan dakwah,
Rahmat Abdullah telah meninggalkan ruang kosong yang besar : simbol
spiritualisme dakwah kita yang selalu menghadirkan cinta dalam semua
kerja dakwah. Para pecinta adalah pemilik ruh yang lembut : lembut
seluruh hidupnya, lembut cara perginya. (Anis Matta : Rahmat Abdullah Simbol Spiritualisme Dakwah Kita).
Rahmat Abdullah, yang
seringkali dipanggil Bang Mamak oleh warga Kampung Kuningan ini,
meskipun lahir dari pasangan asli Betawi, namun ia selalu menghindari
sebutan Betawi yang dianggapnya berbau kolonial Belanda. Ia lebih bangga
dengan menyebut Jayakarta, karena baginya itulah nama yang diberikan
Pangeran Fatahillah kepada tanah kelahirannya. Sebuah sikap yang tak
lain lahir dari semangat anti kolonialisme dan imperialisme, serta
kebanggaan (izzah) terhadap warisan perjuangan Islam. Pada usia 11
tahun, Rahmat kecil harus menapaki hidupnya tanpa asuhan sang ayah,
karena saat itu ia telah menjadi seorang anak yatim. Sang ayah hanya
mewariskan pada dirinya usaha percetakan-sablon, yang ia kelola bersama
sang kakak dan adik untuk menutupi segala biaya dan beban hidup yang
mesti ditanggungnya. Meskipun begitu, Rahmat bukanlah remaja yang
cengeng. Walaupun harus ikut membanting tulang mengais rezeki, ia tetap
tak mau tertinggal dalam pendidikan. Awal pendidikan resminya ia mulai
sejak masuk sekolah dasar negeri di bilangan Kuningan, yang kala itu
masih berupa perkampungan Betawi, belum berdiri gedung-gedung pencakar
langit. Dan seperti umumnya generasi saat itu, Rahmat kecil setiap pagi
mengaji (belajar membaca Al Qur-an, baca tulis Arab, kajian aqidah,
akhlaq & fiqh dengan metode baca kitab berbahasa Arab, nukil
terjemah dan syarah ustadz) baru siang harinya dilanjutkan dengan
sekolah dasar. Tahun 1966, setelah lulus SD, yang tahun ajarannya
diperpanjang setengah tahun karena terjadi peristiwa G-30-S/PKI, Rahmat
masuk SMP. Tapi kali ini ia mesti keluar lagi karena terjadi dilema
dalam dirinya. Ironi memang, di satu sisi keaktifan dirinya sebagai
aktifis demonstran anggota KAPPI & KAMI yang dikenal sebagai
angkatan 66, namun di hari Jum’at sekolahnya justru masuk pukul 11.30,
tepat saat shalat Jum’at. Karenanya pada permulaan tahun ajaran
berikutnya (1967/1968) Rahmat memutuskan pindah ke Ma’had Assyafi’iyah,
Bali Matraman. Dari hasil test dan interview, ia harus duduk di kelas II
Madrasah Ibtidaiyah (tingkat SD). Namun Rahmat tidak puas dengan hasil
itu, ia mencoba melakukan lobby dengan seorang ustadz, untuk melakukan
test ulang hingga ia pindah duduk di kelas III. Permulaan belajar di
Ma’had ini, bagi Rahmat begitu berbekas. Apalagi ia harus ikut mengaji
pada seorang ustadz senior Madrasah Tsanawiyah (Tingkat SMP) yang sangat
streng dalam berbicara dan mengajar dengan bahasa Arab. Namun tak
selang lama, ternyata sang guru kelas ini justru sama-sama mengaji
bersamanya. Rahmat memang langsung meloncat naik ke kelas V, di sinilah
ia belajar ilmu nahwu dasar yang sangat ia sukai karena dengan ilmu itu
terkuaklah setiap misteri intonasi dan narasi penyiar Shauth Indonesia,
yang sering disiarkan oleh radio RRI dengan berbahasa Arab. Siaran
inilah yang menjadi acara kesukaan Rahmat. Sehingga meski hidupnya serba
kekurangan, namun karena sadar akan pentingnya komunikasi dan
informasi, Rahmat merelakan uang makannya untuk dikumpulkan sedikit demi
sedikit dari hasil jerih payahnya mencari pelanggan sablon, untuk
membeli radio. Padahal saat itu, radio masih menjadi status simbol bagi
orang-orang kaya zaman itu. Selepas kelas V, Rahmat melanjutkan di
Madrasah Tsanawiyah Assyafi’iyah. Di MTs ini ia belajar ushul fiqh,
musthalah hadits, psikologi & ilmu pendidikan, di samping tetap
belajar ilmu nahwu, sharf dan balaghah. Tapi pelajaran yang paling ia
sukai adalah talaqqi. Biasanya talaqqi ini dilakukan langsung dengan
para masyaikh (kiai) serta bimbingan langsung sang orator pembangkit
semangat yang selalu memberikan inspirasi Rahmat muda, KH Abdullah
Syafi’i. Di saat ini pula Rahmat merintis dakwah dengan mengajar di
Ma’had Asyafi’iyah dan Darul Muqorrobin, Karet Kuningan. Di tempat
inilah Rahmat remaja mengabdikan dirinya sebagai guru, pendidik dan
mengajarkan berbagai ilmu. Keseharian ini ia jalani bertahun-tahun
dengan berjalan kaki dari Bali Matraman ke Karet Kuningan. Bahkan untuk
memberikan pelajaran tambahan berupa les privat pun ia lakukan dengan
berjalan kaki masuk ke lorong-lorong jalanan Jakarta hingga larut malam.
Semangat hidup dan dakwah ini juga ia tuangkan dalam berbagai untaian
bait-bait syair, puisi serta berbagai tulisan artikel kecil yang ia
kirim ke berbagai media. Tak jarang ia juga berlatih bermain teater
bersama rekan-rekan guru atau teman-teman seperjuangannya. Dari jerih
payah inilah, selain bisa membeli sebuah motor Honda 66 atau sering
disebut motor Chips, Rahmat Abdullah mampu mengasah watak dan pikirannya
sehingga menjadi murid terbaik dan murid kesayangan dari KH. Abdullah
Syafi’i. Bahkan sempat pada tahun 1980, bersama empat rekannya mau
diberangkatkan ke Universitas Al Azhar Kairo Mesir, namun sayang gagal
karena adanya ‘fitnah’ dari kalangan internal. Namun hal itu tak
menyurutkan Rahmat untuk selalu belajar. Sejak berkenalan dengan Syeikh
Mesir yang pernah dikenalkan KH. Abdullah Syafi’i padanya, ia mulai
senang melahap berbagai buku dan pemikiran Islam seperti Hasan Al Banna,
Sayyid Quthb, Al Maududi serta tokoh nasional seperti HOS Cokroaminoto
dan M. Natsir. Sedang dari perjalanan dakwah bersama remaja-remaja
Kuningan, menjadikannya sangat suka kala berdiskusi dan berguru dengan
tokoh-tokoh M Natsir, Mohammad Roem ataupun Syafrudin Prawiranegara.
Rahmat pun mengakui secara terus terang mengadopsi logika dan metode
orasi yang ia ambil dari sang orator Isa Anshari dan Buya Hamka serta
sang gurunya sendiri, Abdullah Syafi’i yang masyhur dengan teriakan
lantang penggugah jiwa. Rahmat remaja meski dikenal sebagai demonstran
tapi sosoknya dikenal lembut, bahkan dianggapnya seringkali tidak bisa
marah. Kemarahannya akan terlihat meledak jika Islam dilecehkan.
Sebagaimana saat mendengar pembicaraan sang kakak, Rahmi, saat meminta
kolega bisnisnya yang bekerja sebagai Kopasanda -Kopassus- untuk
melunasi hutangnya. Tapi Kopassanda malah menjawab, "Nabi saja bisa
meleset janjinya." Kontan mendengar pernyataan itu Rahmat keluar dari
ruangan samping dan langsung berucap, "Nabi yang mana janjinya tidak
tepat," Kopasanda itu malah menjawab, "Anda ndak usah ikut campur dengan
urusan ini." Rahmat remaja langsung menyambut, "Suara Bapak terdengar
di telinga saya di sini, sekali pun bapak berpakaian dinas, nabi yang
mana yang ingkar janji itu," ujar Rahmat menahan emosi. Akhirnya
Kopasanda itu minta maaf. Sikap tegas ini lah yang menjadikan Rahmat
Abdullah muda sangat disegani para pemabok ataupun preman. Karena
caranya mendekati yang bersahabat. Bahkan, meski pernah kakaknya
disakiti jagoan Kuningan waktu itu, H. Hamdani, ia tetap bisa
menghadapinya dengan baik. Malah anak jagoan itu yang kemudian sempat
ditahan polisi. Anak-anak muda, preman, seniman semuanya ia rangkul
terutama dalam wadah seni teater yang sering ia gelar di lapangan depan
masjid Raudhtul Fallah —lapangan yang berada di belakang Dubes Malaysia
saat ini-. Di tempat inilah Rahmat muda sering mengekspresikan syair dan
puisinya serta peranan imajinasi dan pemikirannya sebagai sutradara
teater dengan menggelar pagelaran teater drama terbuka. Teater yang
terakhir kali ia pentaskan berjudul "Perang Yarmuk" yang tampil bersama
Abdullah Hehamahua (1984). Dimana pementasannya sempat dikepung oleh
intel dan aparat keamanan karena dianggap subversif di masa kekuasan
Suharto. Selepas pentas pun, tak ayal Rahmat dipanggil untuk menghadap
KODIM. Namun Rahmat justru menjawab "Kalau yang memanggil Ibu, saya akan
datang. Kalau yang memanggil KODIM sampai kapan pun saya tak akan
pernah datang. Kalau mau saya datang ke KODIM, datang dulu ke ibu saya,"
ungkap Rahmat muda menjawab aparat dari kodim yang melayangkan surat
panggilannya. Bahkan salah satu aparat KODIM, Soeryat, sempat menangis
di hadapan Rahmat muda karena nasehat-nasehatnya agar tidak saling
‘memberangus’ sesama Muslim. Keasyikan menceburkan diri dalam dakwah,
rupanya menjadikan Rahmat tak sadar telah dimakan usia. Rahmat baru
tersadar ketika seorang teman yang baru menikah mengingatkan sudah
waktunya memikirkan bangunan rumah tangga. Barulah ia menyadari usianya
sudah memasuki tahun ke-32. Malam itu, malam Kamis 14 Ramadhan 1405 H.
(1984 M), bertiga; Rahmat, ibunda dan bibi datang mengkhitbah seorang
anak yang pernah menjadi muridnya, Sumarni, tatkala Rahmat duduk di
kelas II MTs. Saat itu Sumarni masih menjadi siswi kelas I Madrasah
Ibtidaiyah (lk. Umur 5 tahun). Ia adalah sang nominator juara I untuk
lomba praktik ibadah. Saat berlangsungnya khitbah, ketika keluarga
Rahmat mengajukan usulan walimah bulan Syawal seperti kebiasaan
Rasululllah saw, seorang ustadz wakil dari perempuan mengatakan, "Itu
tetap walimah, tetapi Anda tidak akan menemukan keberkahan seperti bulan
(Ramadhan) ini." Akhirnya, disepakati untuk nikah besok malamnya, malam
Jum’at 15 Ramadhan. "Soal KUA urusan Ane, tinggal terima surat aje,"
ujar ustadz tadi. "Bah, ini rada-rada ketemu," ujar Rahmat muda dalam
hati. Walhasil sampai menjelang rombongan berangkat 15 Ramadhan itu,
masih ada teman pemuda masjid yang bertanya, "Ini mau kemana sih?"
Apalagi suasana saat itu memang masih represif. Bahkan belum sebulan
menikah, di pagi buta ba’da subuh sesaat setelah peristiwa Tanjung
Periok, Rahmat telah dijemput untuk mendengarkan rekaman peristiwa
penembakan massa di Tanjung Priok yang terjadi semalam. Pagi itu lelaki
yang sudah mulai akrab dipanggil Ustadz Rahmat itu, bersama pemuda Islam
lainnya langsung meninjau lokasi yang porak poranda. Mendengar
peristiwa itu pun, sang mertua justru mengusulkan untuk selalu membawa
sang isteri untuk diajak juga keliling berbagai kota di Jawa. "Untuk
penjajagan sikap ummat dan apa yang kerennya disebut ‘konsolidasi’lah,"
ujar Ustadz Rahmat saat diwawancarai beberapa saat lalu. Setelah
menikah, ia tinggal di Kuningan, bersama Ibu dan Adiknya. Hingga lahir
tiga orang anaknya, Shofwatul Fida (19), Thoriq Audah (17) dan
Nusaibatul Hima (15). Pada pertengahan tahun 80-an Rahmat muda bergabung
dengan Harakah Islamiyah yang saat itu tumbuh berkembang di Indonesia.
Bersama Abu Ridho, Hilmi Aminudin dan beberapa tokoh pemuda Islam
lainnya terus bersatu bergerak dalam dakwah yang lebih luas dan tertata.
Gerakan dakwahnya ini lebih terinspirasi pada gerakan Ikhwanul Muslimin
yang didirikan oleh Hasan Al Banna di Mesir yang sama-sama menjadi
acuan kalangan muda saat itu Pemikiran Hasan Al Banna yang telah lama
menginspirasi dakwah pribadinya kini telah bertemu implementasinya
bersama teman-teman yang merintis pendidikan dan kaderisasi dalam rangka
penyadaran akan Islam dan mempertahankan kemurniannya. Di wadah baru
inilah Rahmat selain berdiskusi, mengakses berbagai informasi tanpa
melalaikan fungsi utama juga sebagai pendidik, penceramah, Rahmat
merintis sebuah majalah Islam yang sangat disukai dan digemari kalangan
muda. Namun sayang, saluran ekspresi pemikirannya itu harus dibredel di
saat rezim orde baru mulai mengkhawatirkan kiprahnya. Namun pembredelan
itu tak menyurutkan Rahmat untuk membuka lembaran baru berekspresi dalam
dakwah. Dan setelah 8 tahun menetap di Kuningan, ia mengontrak di Jl.
Potlot I/ 29 RT 2 RW 3 Duren Tiga, Kalibata. Di sana lahir anaknya, Isda
Ilaiha (13). Tapi panggilan dakwah sepertinya lebih memanggilnya. Tahun
1993 bersama murid-muridnya mencoba membangun pengembangan dunia
pendidikan dan sosial dengan mendirikan Islamic Center Iqro’ yang
terletak di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Di sini pula ia menetap dan
memboyong keluarganya dari kontrakannya di Gang Potlot, Duren Tiga,
Kalibata menuju tanah yang masih penuh rawa untuk berekspresi
mengembangkan cita-citanya melalui kajian kitab-kitab klasik dan
kontemporer. Di tempat terakhir ini merintis segala impian dan lahir
anak-anaknya, Umaimatul Wafa (11), Majdi Hafizhurrahman (9), Hasnan
Fakhrul Ahmadi(7).Di sini kesibukannya, semakin padat. Tetapi, kebiasaan
pribadinya, untuk membaca, mengkaji Al Qur’an dan Tafsirnya, Hadits dan
syarahnya tetap berjalan. Begitupun, kegiatannya mengisi pengajian di
kantor, kampus, serta melayani berbagai macam konsultasi sejak lepas
subuh hingga jam 08.00 pagi. Ditambah lagi kesibukan di Iqro’. Bahkan,
kegiatan rutin ini tetap ia jalani meskipun semenjak tahun 1999 ia
diamanahi sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Keadilan. Demikian
juga saat beralih menjadi Ketua Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis
Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera yang ia dirikan bersama
teman-teman seperjuangan setelah lebih dari 10 tahun ia rintis. Pada
tahun 2004 sang aktivis demonstrasi, budayawan, filosof, guru dan
pendidik yang disegani anak muda ini harus masuk ke gedung parlemen.
Ustadz Rahmat terpilih sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan
Bandung, Jawa Barat. Dan baru pada saat Ustadz Rahmat Abdullah
mencalonkan diri inilah Bandung untuk pertama kalinya dimenangkan partai
Islam. Meskipun telah menjadi wakil rakyat, Ustadz Rahmat dikenal
dikalangan Komisi III sebagai wakil rakyat yang tetap bersuara lantang,
namun penuh santun dan filosofis sekaligus puitis dalam mengkritisi
setiap kabijakan. Tak peduli menteri, presiden dan pejabat manapun ia
sampaikan kritikan tajam membangunnya yang seringkali menjadi wacana
baru bagi para pemimpin negeri ini. Bahkan jabatan terakhir sebagai
Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi Partai Keadilan Sejahtera ia
emban dengan penuh amanah dan luapan semangat hingga akhir hayatnya saat
ia harus dijemput kematian sesaat setelah berwudhu hendak menunaikan
penghambaan pada sang Khalik, Selasa (14/6). Sebuah harapan yang mungkin
telah engkau ungkapkan sepekan sebelum dirimu meninggal. Dimana tidak
biasanya dirimu ditegur isterimu ketika membuka album-album kenanganmu.
"Lihat nih, orang Betawi kini telah keliling dunia, ke Inggris, Jerman,
Belanda, Perancis, Amerika juga Makkah. Tinggal ke akheratnya saja yang
belum," ujarmu berseloroh yang kini telah kau buktikan. Selamat jalan
guruku, jejak langkah perjuanganmu akan kami teruskan. Sumber :
http://www.warisansangmurabbi.com/data/index.biografi.html
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Rahmat Abdullah, yang
seringkali dipanggil Bang Mamak oleh warga Kampung Kuningan ini,
meskipun lahir dari pasangan asli Betawi, namun ia selalu menghindari
sebutan Betawi yang dianggapnya berbau kolonial Belanda. Ia lebih bangga
dengan menyebut Jayakarta, karena baginya itulah nama yang diberikan
Pangeran Fatahillah kepada tanah kelahirannya. Sebuah sikap yang tak
lain lahir dari semangat anti kolonialisme dan imperialisme, serta
kebanggaan (izzah) terhadap warisan perjuangan Islam. Pada usia 11
tahun, Rahmat kecil harus menapaki hidupnya tanpa asuhan sang ayah,
karena saat itu ia telah menjadi seorang anak yatim. Sang ayah hanya
mewariskan pada dirinya usaha percetakan-sablon, yang ia kelola bersama
sang kakak dan adik untuk menutupi segala biaya dan beban hidup yang
mesti ditanggungnya. Meskipun begitu, Rahmat bukanlah remaja yang
cengeng. Walaupun harus ikut membanting tulang mengais rezeki, ia tetap
tak mau tertinggal dalam pendidikan. Awal pendidikan resminya ia mulai
sejak masuk sekolah dasar negeri di bilangan Kuningan, yang kala itu
masih berupa perkampungan Betawi, belum berdiri gedung-gedung pencakar
langit. Dan seperti umumnya generasi saat itu, Rahmat kecil setiap pagi
mengaji (belajar membaca Al Qur-an, baca tulis Arab, kajian aqidah,
akhlaq & fiqh dengan metode baca kitab berbahasa Arab, nukil
terjemah dan syarah ustadz) baru siang harinya dilanjutkan dengan
sekolah dasar. Tahun 1966, setelah lulus SD, yang tahun ajarannya
diperpanjang setengah tahun karena terjadi peristiwa G-30-S/PKI, Rahmat
masuk SMP. Tapi kali ini ia mesti keluar lagi karena terjadi dilema
dalam dirinya. Ironi memang, di satu sisi keaktifan dirinya sebagai
aktifis demonstran anggota KAPPI & KAMI yang dikenal sebagai
angkatan 66, namun di hari Jum’at sekolahnya justru masuk pukul 11.30,
tepat saat shalat Jum’at. Karenanya pada permulaan tahun ajaran
berikutnya (1967/1968) Rahmat memutuskan pindah ke Ma’had Assyafi’iyah,
Bali Matraman. Dari hasil test dan interview, ia harus duduk di kelas II
Madrasah Ibtidaiyah (tingkat SD). Namun Rahmat tidak puas dengan hasil
itu, ia mencoba melakukan lobby dengan seorang ustadz, untuk melakukan
test ulang hingga ia pindah duduk di kelas III. Permulaan belajar di
Ma’had ini, bagi Rahmat begitu berbekas. Apalagi ia harus ikut mengaji
pada seorang ustadz senior Madrasah Tsanawiyah (Tingkat SMP) yang sangat
streng dalam berbicara dan mengajar dengan bahasa Arab. Namun tak
selang lama, ternyata sang guru kelas ini justru sama-sama mengaji
bersamanya. Rahmat memang langsung meloncat naik ke kelas V, di sinilah
ia belajar ilmu nahwu dasar yang sangat ia sukai karena dengan ilmu itu
terkuaklah setiap misteri intonasi dan narasi penyiar Shauth Indonesia,
yang sering disiarkan oleh radio RRI dengan berbahasa Arab. Siaran
inilah yang menjadi acara kesukaan Rahmat. Sehingga meski hidupnya serba
kekurangan, namun karena sadar akan pentingnya komunikasi dan
informasi, Rahmat merelakan uang makannya untuk dikumpulkan sedikit demi
sedikit dari hasil jerih payahnya mencari pelanggan sablon, untuk
membeli radio. Padahal saat itu, radio masih menjadi status simbol bagi
orang-orang kaya zaman itu. Selepas kelas V, Rahmat melanjutkan di
Madrasah Tsanawiyah Assyafi’iyah. Di MTs ini ia belajar ushul fiqh,
musthalah hadits, psikologi & ilmu pendidikan, di samping tetap
belajar ilmu nahwu, sharf dan balaghah. Tapi pelajaran yang paling ia
sukai adalah talaqqi. Biasanya talaqqi ini dilakukan langsung dengan
para masyaikh (kiai) serta bimbingan langsung sang orator pembangkit
semangat yang selalu memberikan inspirasi Rahmat muda, KH Abdullah
Syafi’i. Di saat ini pula Rahmat merintis dakwah dengan mengajar di
Ma’had Asyafi’iyah dan Darul Muqorrobin, Karet Kuningan. Di tempat
inilah Rahmat remaja mengabdikan dirinya sebagai guru, pendidik dan
mengajarkan berbagai ilmu. Keseharian ini ia jalani bertahun-tahun
dengan berjalan kaki dari Bali Matraman ke Karet Kuningan. Bahkan untuk
memberikan pelajaran tambahan berupa les privat pun ia lakukan dengan
berjalan kaki masuk ke lorong-lorong jalanan Jakarta hingga larut malam.
Semangat hidup dan dakwah ini juga ia tuangkan dalam berbagai untaian
bait-bait syair, puisi serta berbagai tulisan artikel kecil yang ia
kirim ke berbagai media. Tak jarang ia juga berlatih bermain teater
bersama rekan-rekan guru atau teman-teman seperjuangannya. Dari jerih
payah inilah, selain bisa membeli sebuah motor Honda 66 atau sering
disebut motor Chips, Rahmat Abdullah mampu mengasah watak dan pikirannya
sehingga menjadi murid terbaik dan murid kesayangan dari KH. Abdullah
Syafi’i. Bahkan sempat pada tahun 1980, bersama empat rekannya mau
diberangkatkan ke Universitas Al Azhar Kairo Mesir, namun sayang gagal
karena adanya ‘fitnah’ dari kalangan internal. Namun hal itu tak
menyurutkan Rahmat untuk selalu belajar. Sejak berkenalan dengan Syeikh
Mesir yang pernah dikenalkan KH. Abdullah Syafi’i padanya, ia mulai
senang melahap berbagai buku dan pemikiran Islam seperti Hasan Al Banna,
Sayyid Quthb, Al Maududi serta tokoh nasional seperti HOS Cokroaminoto
dan M. Natsir. Sedang dari perjalanan dakwah bersama remaja-remaja
Kuningan, menjadikannya sangat suka kala berdiskusi dan berguru dengan
tokoh-tokoh M Natsir, Mohammad Roem ataupun Syafrudin Prawiranegara.
Rahmat pun mengakui secara terus terang mengadopsi logika dan metode
orasi yang ia ambil dari sang orator Isa Anshari dan Buya Hamka serta
sang gurunya sendiri, Abdullah Syafi’i yang masyhur dengan teriakan
lantang penggugah jiwa. Rahmat remaja meski dikenal sebagai demonstran
tapi sosoknya dikenal lembut, bahkan dianggapnya seringkali tidak bisa
marah. Kemarahannya akan terlihat meledak jika Islam dilecehkan.
Sebagaimana saat mendengar pembicaraan sang kakak, Rahmi, saat meminta
kolega bisnisnya yang bekerja sebagai Kopasanda -Kopassus- untuk
melunasi hutangnya. Tapi Kopassanda malah menjawab, "Nabi saja bisa
meleset janjinya." Kontan mendengar pernyataan itu Rahmat keluar dari
ruangan samping dan langsung berucap, "Nabi yang mana janjinya tidak
tepat," Kopasanda itu malah menjawab, "Anda ndak usah ikut campur dengan
urusan ini." Rahmat remaja langsung menyambut, "Suara Bapak terdengar
di telinga saya di sini, sekali pun bapak berpakaian dinas, nabi yang
mana yang ingkar janji itu," ujar Rahmat menahan emosi. Akhirnya
Kopasanda itu minta maaf. Sikap tegas ini lah yang menjadikan Rahmat
Abdullah muda sangat disegani para pemabok ataupun preman. Karena
caranya mendekati yang bersahabat. Bahkan, meski pernah kakaknya
disakiti jagoan Kuningan waktu itu, H. Hamdani, ia tetap bisa
menghadapinya dengan baik. Malah anak jagoan itu yang kemudian sempat
ditahan polisi. Anak-anak muda, preman, seniman semuanya ia rangkul
terutama dalam wadah seni teater yang sering ia gelar di lapangan depan
masjid Raudhtul Fallah —lapangan yang berada di belakang Dubes Malaysia
saat ini-. Di tempat inilah Rahmat muda sering mengekspresikan syair dan
puisinya serta peranan imajinasi dan pemikirannya sebagai sutradara
teater dengan menggelar pagelaran teater drama terbuka. Teater yang
terakhir kali ia pentaskan berjudul "Perang Yarmuk" yang tampil bersama
Abdullah Hehamahua (1984). Dimana pementasannya sempat dikepung oleh
intel dan aparat keamanan karena dianggap subversif di masa kekuasan
Suharto. Selepas pentas pun, tak ayal Rahmat dipanggil untuk menghadap
KODIM. Namun Rahmat justru menjawab "Kalau yang memanggil Ibu, saya akan
datang. Kalau yang memanggil KODIM sampai kapan pun saya tak akan
pernah datang. Kalau mau saya datang ke KODIM, datang dulu ke ibu saya,"
ungkap Rahmat muda menjawab aparat dari kodim yang melayangkan surat
panggilannya. Bahkan salah satu aparat KODIM, Soeryat, sempat menangis
di hadapan Rahmat muda karena nasehat-nasehatnya agar tidak saling
‘memberangus’ sesama Muslim. Keasyikan menceburkan diri dalam dakwah,
rupanya menjadikan Rahmat tak sadar telah dimakan usia. Rahmat baru
tersadar ketika seorang teman yang baru menikah mengingatkan sudah
waktunya memikirkan bangunan rumah tangga. Barulah ia menyadari usianya
sudah memasuki tahun ke-32. Malam itu, malam Kamis 14 Ramadhan 1405 H.
(1984 M), bertiga; Rahmat, ibunda dan bibi datang mengkhitbah seorang
anak yang pernah menjadi muridnya, Sumarni, tatkala Rahmat duduk di
kelas II MTs. Saat itu Sumarni masih menjadi siswi kelas I Madrasah
Ibtidaiyah (lk. Umur 5 tahun). Ia adalah sang nominator juara I untuk
lomba praktik ibadah. Saat berlangsungnya khitbah, ketika keluarga
Rahmat mengajukan usulan walimah bulan Syawal seperti kebiasaan
Rasululllah saw, seorang ustadz wakil dari perempuan mengatakan, "Itu
tetap walimah, tetapi Anda tidak akan menemukan keberkahan seperti bulan
(Ramadhan) ini." Akhirnya, disepakati untuk nikah besok malamnya, malam
Jum’at 15 Ramadhan. "Soal KUA urusan Ane, tinggal terima surat aje,"
ujar ustadz tadi. "Bah, ini rada-rada ketemu," ujar Rahmat muda dalam
hati. Walhasil sampai menjelang rombongan berangkat 15 Ramadhan itu,
masih ada teman pemuda masjid yang bertanya, "Ini mau kemana sih?"
Apalagi suasana saat itu memang masih represif. Bahkan belum sebulan
menikah, di pagi buta ba’da subuh sesaat setelah peristiwa Tanjung
Periok, Rahmat telah dijemput untuk mendengarkan rekaman peristiwa
penembakan massa di Tanjung Priok yang terjadi semalam. Pagi itu lelaki
yang sudah mulai akrab dipanggil Ustadz Rahmat itu, bersama pemuda Islam
lainnya langsung meninjau lokasi yang porak poranda. Mendengar
peristiwa itu pun, sang mertua justru mengusulkan untuk selalu membawa
sang isteri untuk diajak juga keliling berbagai kota di Jawa. "Untuk
penjajagan sikap ummat dan apa yang kerennya disebut ‘konsolidasi’lah,"
ujar Ustadz Rahmat saat diwawancarai beberapa saat lalu. Setelah
menikah, ia tinggal di Kuningan, bersama Ibu dan Adiknya. Hingga lahir
tiga orang anaknya, Shofwatul Fida (19), Thoriq Audah (17) dan
Nusaibatul Hima (15). Pada pertengahan tahun 80-an Rahmat muda bergabung
dengan Harakah Islamiyah yang saat itu tumbuh berkembang di Indonesia.
Bersama Abu Ridho, Hilmi Aminudin dan beberapa tokoh pemuda Islam
lainnya terus bersatu bergerak dalam dakwah yang lebih luas dan tertata.
Gerakan dakwahnya ini lebih terinspirasi pada gerakan Ikhwanul Muslimin
yang didirikan oleh Hasan Al Banna di Mesir yang sama-sama menjadi
acuan kalangan muda saat itu Pemikiran Hasan Al Banna yang telah lama
menginspirasi dakwah pribadinya kini telah bertemu implementasinya
bersama teman-teman yang merintis pendidikan dan kaderisasi dalam rangka
penyadaran akan Islam dan mempertahankan kemurniannya. Di wadah baru
inilah Rahmat selain berdiskusi, mengakses berbagai informasi tanpa
melalaikan fungsi utama juga sebagai pendidik, penceramah, Rahmat
merintis sebuah majalah Islam yang sangat disukai dan digemari kalangan
muda. Namun sayang, saluran ekspresi pemikirannya itu harus dibredel di
saat rezim orde baru mulai mengkhawatirkan kiprahnya. Namun pembredelan
itu tak menyurutkan Rahmat untuk membuka lembaran baru berekspresi dalam
dakwah. Dan setelah 8 tahun menetap di Kuningan, ia mengontrak di Jl.
Potlot I/ 29 RT 2 RW 3 Duren Tiga, Kalibata. Di sana lahir anaknya, Isda
Ilaiha (13). Tapi panggilan dakwah sepertinya lebih memanggilnya. Tahun
1993 bersama murid-muridnya mencoba membangun pengembangan dunia
pendidikan dan sosial dengan mendirikan Islamic Center Iqro’ yang
terletak di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Di sini pula ia menetap dan
memboyong keluarganya dari kontrakannya di Gang Potlot, Duren Tiga,
Kalibata menuju tanah yang masih penuh rawa untuk berekspresi
mengembangkan cita-citanya melalui kajian kitab-kitab klasik dan
kontemporer. Di tempat terakhir ini merintis segala impian dan lahir
anak-anaknya, Umaimatul Wafa (11), Majdi Hafizhurrahman (9), Hasnan
Fakhrul Ahmadi(7).Di sini kesibukannya, semakin padat. Tetapi, kebiasaan
pribadinya, untuk membaca, mengkaji Al Qur’an dan Tafsirnya, Hadits dan
syarahnya tetap berjalan. Begitupun, kegiatannya mengisi pengajian di
kantor, kampus, serta melayani berbagai macam konsultasi sejak lepas
subuh hingga jam 08.00 pagi. Ditambah lagi kesibukan di Iqro’. Bahkan,
kegiatan rutin ini tetap ia jalani meskipun semenjak tahun 1999 ia
diamanahi sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Keadilan. Demikian
juga saat beralih menjadi Ketua Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis
Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera yang ia dirikan bersama
teman-teman seperjuangan setelah lebih dari 10 tahun ia rintis. Pada
tahun 2004 sang aktivis demonstrasi, budayawan, filosof, guru dan
pendidik yang disegani anak muda ini harus masuk ke gedung parlemen.
Ustadz Rahmat terpilih sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan
Bandung, Jawa Barat. Dan baru pada saat Ustadz Rahmat Abdullah
mencalonkan diri inilah Bandung untuk pertama kalinya dimenangkan partai
Islam. Meskipun telah menjadi wakil rakyat, Ustadz Rahmat dikenal
dikalangan Komisi III sebagai wakil rakyat yang tetap bersuara lantang,
namun penuh santun dan filosofis sekaligus puitis dalam mengkritisi
setiap kabijakan. Tak peduli menteri, presiden dan pejabat manapun ia
sampaikan kritikan tajam membangunnya yang seringkali menjadi wacana
baru bagi para pemimpin negeri ini. Bahkan jabatan terakhir sebagai
Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi Partai Keadilan Sejahtera ia
emban dengan penuh amanah dan luapan semangat hingga akhir hayatnya saat
ia harus dijemput kematian sesaat setelah berwudhu hendak menunaikan
penghambaan pada sang Khalik, Selasa (14/6). Sebuah harapan yang mungkin
telah engkau ungkapkan sepekan sebelum dirimu meninggal. Dimana tidak
biasanya dirimu ditegur isterimu ketika membuka album-album kenanganmu.
"Lihat nih, orang Betawi kini telah keliling dunia, ke Inggris, Jerman,
Belanda, Perancis, Amerika juga Makkah. Tinggal ke akheratnya saja yang
belum," ujarmu berseloroh yang kini telah kau buktikan. Selamat jalan
guruku, jejak langkah perjuanganmu akan kami teruskan. Sumber :
http://www.warisansangmurabbi.com/data/index.biografi.html
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu
Komputer merupakan perangkat teknologi
komunikasi dan informasi yang sering digunakan dewasa ini, karena
komputer dapat melakukan hampir semua hal yang berhubungan dengan
Teknologi komunikasi dan informasi.
Pada saat bekerja dengan komputer ada
beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak berdampak buruk bagi
kesehatan bahkan keselamatan kita. Penelitian yang sudah dilakukan
menyimpulkan bahwa komputer dapat menyebabkan penggunanya menderita
nyeri otot dan tulang terutama bahu, pergelangan tangan, leher,
punggung, pinggang bagian bawah, sakit ginjal, mata merah berair, bahkan
gangguan penghilatan.
Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menghindari efek negatif dari bekerja dengan komputer adalah :
Aturlah posisi tubuh saat bekerja dengan komputer sehingga kita merasa nyaman
ATurlah posisi perangkat komputer dan ruangan sehingga memberi tasa nyaman bagi kita
Makan, minum, dan istirahatlah yang cukup
Gerakkan bandan untuk mengurangi ketegangan otot dan pikiran, dan olahragalah secara teratur
Sesekali alihkan pandangan ke luar ruangan untuk meny egarkan mata
Mengatur posisi tubuh :
Posisi Kepala & Leher harus tegak lurus dengan wajah menghadap langsung ke komputer, jangan menengadah atau membungkuk
Posisi Punggung yang baik adalah tegak, tidak miring
ke kanan atau kiri, tidak membungkuk dan tidak menyandar terlalu ke
balakang, tempat duduk harus nyaman
Posisi Pundak tidak terlalu terangkat dan tidak terlalu ke bawah, pastikan otot pundak kita tidak tegang.
Posisi Lengan & Siku yang baik adalah apabila kita
dapat mengetik dan menggunakan mouse dengan nyaman. Jangan
meletakkan mouse/keyboard sejajar dengan tempat duduk kita
Posisi Kaki harus bebas, jangan bersenteuana dengan CPU apalagi
perangkat listrik, kaki harus diluruskan sesekali agar aliran
darah lancar. Apabila posisi kaki bersila, maka harus sering
diluruskan.
Mengatur Posisi Komputer
Posisi Monitor :
monitor harus diletakkan di tempat yang tidak memantulkan cahaya lain
letakkan monitor lebih rendah dari garis horizontal mata
aturlah cahaya monitor (contrast/brightness) agar tidak terlalu gelap dan terang
sering-seringlah mengedipkan mata (minimal 5 detik setiap 10
menit), apabila mata terasa lelah pijitlah mata secara perlahan dan
alihkan pandangan anda ke tampat lain
Posisi Keyboard : letakkan
kerboar di tempat yang mudah dijangkau, jangan terlalu jauh dan terlalu
dekat, jangan sampai posisi keyboard membuat anda harus membungkuk atau
menegadah
Posisi Mouse : sama seperti keyboard, posisi mouse jangan terlalu jauh dan terlalu dekat, usahakan posisi mouse dan keyboar sejajar
Posisi Meja dan Kursi : Meja dan
kursi harus berada dalam posisi yang membuat kita nyaman agar tidak
membuat otot kita tegang atau kelelahan, kursi usahakan yang mempunyai
busa dan mampunyai sandaran yang nyaman. Tinggi meja yang baik adalah
55-75 cm
Menghubungkan Perangkat, Menghidupkan, dan Mematikan Komputer
Langkah-langkah menghubungkan perangkat komputer :
Hubungkan kabel mouse dan keyboard ke colokan yang sesuai di
chasis/ CPU, biasanya ujung kabel berwarna, sesuaikan dengan
warnanya.
Pasang kabel monitor, kabel monitor terdiri dari 2, kabel daya dan kabel data
Hubungkan perangkat lain jika ada (printer, speaker, LAN)
Hubungkan kabel power pada chasis/CPU ke stabilizer
Hubungkan kabel stabilizer ke listrik, dan hidupkan.
Cara Menghidupkan Komputer yang benar
Hidupkan stabilizer
Tekan tombol power pada CPU, tunggu sampai komputer selesai booting
Bila komputer meminta user nam & password masukkan , bila tidak klik salah satu
Bila desktop sudah tampil dan piter mouse sudah muncul sebagai panah berarti kita sudah mulai bisa bekerja
Cara mematikan komputer yang benar :
Akhiri semua program yang dijalankan
Gerakkan pointer mouse ke atas tombol [start], kemudian Klik
Klik [Turn Off] dibagian bawah menu yang tampil
Kemudian muncul kotak dialog Turn Off Computer, lalu klik tombol [Turn Off]
Pengertian radiasi. Apa itu radiasi ? Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu ruang atau materi dalam bentuk panas, partikel, ataupun gelombang elektro magnetic / cahaya (foton)
dari sumber radiasi. Secara umum radiasi banyak dihasilkan oleh
berbagai peralatan elektronik atau peralatan listrik di sekitar kita,
seperti televisi, lampu penerangan, microwave, komputer, hp dan
smartpnone dll.
Kemajuan teknologi selalu menghasilkan dua hal yaitu manfaat dan mudharat, termasuk Hp atau ponsel. Bahaya radiasi Hp
adalah salah satu mudharat dari keberadaan Hp ini. Dalam sebuah panel
diskusi yang digagas WHO disimpulkan bahwa telepon seluler atau hp ini
bersifat karsinogenik. Sehingga diperlukan strategi dan edukasi untuk mengatasi bahaya radiasi hand phone bagi kesehatan manusia.
Efek negatif radiasi hp bagi kesehatan
Bahaya atau efek negatif radiasi Hp
ditengarai bisa menimbulkan sejumlah penyakit dan kelainan kesehatan
misalnya, tumor otak, kanker, Alzheimer, Parkinson, kecapaian (fatigue), dan sakit kepala.
Tumor otak
merupakan sejenis penyakit tumor yang menyerang otak dan sulit
dideteksi secara dini. Biasanya tumor otak menyerang orang dewasa atau
usia produkstif, meskipun begitu pada dasarnya penyakit ini bisa
menyerang siapa saja. Karena otak merupakan salah satu organ tubuh yang
paling penting maka penyakit ini dapat mengganggu organ lain dalam waktu
singkat.
Kanker
adalah sejenis penyakit yang ditimbulkan oleh sel yang tumbuh / membelah
diri secara tidak wajar dan tidak terkendali, dan menyerang jaringan di
sekitarnya atau jaringan di tempat lain dengan melalui aliran darah.
Alzheimer
adalah sejenis penyakit neurologis yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan daya ingat dan kemampuan menilai sesuatu, dan penurunan
tersebut sangat mempengaruhi perilaku serta aktifitasnya sehari-hari.
Parkinson
adalah sejenis penyakit degeneratif yang menyerang system saraf pusat
sehingga mengganggu system motorik. Penderita Parkinson biasanya
mengalami kaku otot, sulit berjalan, tremor, masalah keseimbangan serta
gerakan menjadi lambat.
Mengatasi bahaya radiasi Hp
Untuk mengatasi bahaya radiasi Hp dibawah ini beberapa tips yang perlu diketahui :
Mengaktifkan speaker.
Memakai speaker saat menelepon atau menerima panggilan akan mengurangi
energi atau tingkat bahaya radiasi Hp-nya. Demikian juga, semakin jauh
anda dari antena Hp, akan semakin rendah tingkat radiasinya. Kabel headset
pada banyak ponsel juga bisa bertindak sebagai antena, dan dapat
mengirimkan sejumlah radiasi elektromagnetik ke pengguna Hp. Karena itu
bijaksanalah dalam memakai kabel headset.
Lebih baik SMS.
Bila anda terbiasa dengan SMS-ria, sekarang anda punya alasan kuat
untuk memaksimalkan kebiasaan anda tersebut. Mengirim teks via SMS akan
membatasi durasi paparan bahaya radiasi hand phone, dan menjaga jarak Hp
dari kepala dan tubuh kita.
Setting ke mode off line. Waktu Hp tidak dipakai, jangan lupa untuk mematikannya. Atau, setting menjadi offline, stand alone, atau flight mode,
yang akan mematikan transmitter-nya namun masih memungkinkan Anda untuk
menggunakan Hp untuk main game atau mendengarkan musik, serta membuka
aplikasi lain kecuali menelepon dan browsing internet.
Memakai HP sebaiknya di ruang yang luas.
Ketika berada di lift yang sempit, mobil atau kendaraan, batasi
penggunaan telepon seluler. Jangan memakai Hp saat mengemudi, karena
akan membahayakan keselamatan anda maupun pengguna jalan raya lainnya.
Lihat indikator penerimaan sinyal.
Kurangi memakai Hp saat indikator penerimaan sinyalnya lemah, atau
ketika anda sedang berada dalam kendaraan yang melaju kencang termasuk
kereta api. HP akan meningkatkan kekuatan penerimaan sinyal hingga
maksimal, karena ponsel selalu mencari sinyal ke antena relay yang baru.
Memakai telinga secara bergantian.
Jika anda diharuskan menelepon dalam jangka waktu lama, cobalah memakai
telinga kiri dan telinga kanan bergantian secara berulang kali. Hal ini
bisa membatasi paparan bahaya radiasi Hp pada satu sisi kepala saja,
yang sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko tumor otak dan kanker
kelenjar ludah pada telinga yang sering digunakan untuk mendengarkan
ponsel. Bila diibaratkandengan olahraga berjalan atau lari, semakin jauh
berjalan akan terasa capek dan otot pegal. Demikian pula menelepon, ada
masanya untuk istirahat bagi otot pendengaran
Menelepon seperlunya saja.
Sebaiknya menelepon dengan Hp singkat dan seperlunya saja. Cukup untuk
mengatur jadwal bertemu dengan nasabah, atau mengingatkan anak untuk
belajar, misalnya. Jika anda ingin ngobrol dengan teman lama yang baru
ketemu di jejaring social facebook atau twitter, sebaiknya memakai
telepon rumah. Hmm, kelihatannya sepele, tapi ini bisa mengurangi bahaya
radiasi Hp. Perlu diingat, risiko tumor otak dimulai pada tingkat
paparan kumulatif yang relatif rendah.
Mengurangi pemakaian Smartphone.
Perangkat smartphone seperti BlackBerry atau iPhone menghasilkan emisi
yang lebih tinggi daripada Hp biasa. Smartphone lebih banyak bergantung
pada energi dari baterai untuk melakukan aktivitas e-mail, koneksi
internet, dan men-display warna. Mengurangi pemakaian smartphone
merupakan langkah bijak untuk mengurangi bahaya radiasi Hp.
Hp jangan langsung ditempel ditelinga, jika koneksi belum tersambung.
Setelah menekan tombol nomor Hp yang dituju, tunggu beberapa saat
sampai ada indikator tersambung. Saat itu, ponsel itu sedang
mengirimkan sinyalnya yang terkuat karena sedang berusaha untuk
terkoneksi.
Dalam suatu penelitian, diketahui bahwa pria yang
membawa telepon selulernya di dalam saku celana cenderung memiliki
jumlah sperma 25 persen lebih rendah dibandingkan dengan kelompok pria
lain yang tidak menyimpan ponselnya di saku celana. Setiap bagian dari
tubuh menyerap radiasi pada intensitas yang berbeda, dan jaringan
testikular kemungkinan juga lebih mudah diserang. Jadi jangan kantungi handphone jika tak ingin terkena bahaya radiasinya.
Malam hari sebaiknya HP dimatikan.
Jika tetap menyala, sebaiknya diletakkan di luar kamar tidur, agar
gelombang elektromagnetik tidak menyerang organ otak manusia.
Jauhi anak balita dari Hp. Anak-anak
usia dibawah 8 tahun sangat riskan terhadap bahaya radiasi handphone
ini, sehingga sangat disarankan untuk tidak menggunakan ponsel.
Gunakan tutup (casing) anti radiasi Hp. Di pasaran sekarang ini banyak ditawarkan berbagai produk untuk mengurangi bahaya radiasi Hp, mulai dari stiker anti radiasi hp hingga casing
khusus untuk smartphone yang radiasinya cukup tinggi. Sebuah pengujian
independen yang dilakukan majalah Wired menunjukkan, beberapa merek casing anti radiasi handphone mampu mengurangi radiasi hingga 66,7 persen.